Jumat, 28 Juni 2013

EKONOMI RAKYAT INDONESIA - tugas individu



EKONOMI RAKYAT INDONESIA

Abstrak
ekonomi rakyat, adalah apakah kita perlu mengawali dengan sebuah definisi ekonomi rakyat yang akan kita dalami dalam pertemuan-pertemuan mendatang. Memang kami (panitia) berambisi bahkan sebelum pertemuan terakhir tanggal 2 Juli 2002, semua peserta seminar, atau sebagaian besar, sudah akan benar-benar mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan ekonomi rakyat dan bagaimana kita bersikap terhadapnya. Keinginan kita yang lain tentu saja adalah untuk menghilangkan kesan amat keliru bahwa kata atau konsep ekonomi rakyat (dan ekonomi kerakyatan) adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-98).

Pendahuluan
istilah ekonomi rakyat sebelum munculnya gerakan reformasi 1997/1998. bahwa ekonomi rakyat adalah sektor kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik) yang juga sering disebut sektor informal. Tetapi karena tahun 1997 seorang konglomerat yang sangat berkuasa. Lalu apa ganti istilah yang lebih dapat diterima atau lebih terhormat? Istilah itu adalah ekonomi kerakyatan. Istilah ekonomi kerakyatan lebih sedikit lagi orang menggunakan, dan yang sedikit ini termasuk Sarbini Sumawinata (1985). Tetapi karena istilah ekonomi kerakyatan ini dikenalkan kembali tahun 1997 oleh seorang konglomerat yang “sangat berkuasa” untuk mengganti istilah ekonomi rakyat yang tidak disukainya, maka berhasillah konsep itu masuk TAP MPR yaitu TAP Ekonomi Kerakyatan No. XVI/1998. Dan istilah ekonomi kerakyatan ini kemudian semakin dimantapkan dalam banyak TAP-TAP MPR berikutnya termasuk kemudian UU No. 25/2000 tentang Propenas. Bahwa konsep Ekonomi Kerakyatan ini merupakan konsep politik yang “dipaksakan” nampak kemudian dari penggunaannya yang simpang siur. Dan puncak dari kesimpangsiuran ini berupa keraguan Presiden Megawati dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2001.

Isi
Hernando De Soto 10 tahun lalu menulis buku yang juga menyakinkan berjudul The Other Parth yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia seharusnya ”Ekonomi Rakyat.”Dalam waktu 6 bulan (September 1997 - Maret 1998), konglomerat bersangkutan, yang sangat berkuasa, bersumpah ”menghapus kata ekonomi rakyat dari GBHN 1993”, dan sejak itu muncullah kata atau istilah yang dianggap lebih terhormat yaitu ekonomi kerakyatan. Sayangnya, pemerintahan Habibie, yang tinggal menerima saja konsep ini terpaksa menelan pil pahit dianggap keliru dan ”berpolitik terlalu populis” yaitu “memusuhi konglomerat untuk membela rakyat”. Hasilnya, pakar-pakar ekonomi Neoklasik / Neoliberal menghujat konsep ekonomi kerakyatan sebagai konsep politik yang ”ideologis”, yang tak ilmiah, dan tak sesuai dengan sistem ekonomi pasar (bebas) yang mereka gandrungi, dan yang dianggap satu-satunya sistem ekonomi yang ”benar” sejak runtuhnya tembok Berlin 1989.
Maka sejak krisis moneter 1997-1998 pakar-pakar ekonomi arus utama selalu menyatakan di Indonesia tidak ada lagi investasi, karena para investor ”sedang klenger”, dan bahkan para pengusaha nasional dan investor-investor asing melarikan modal mereka ke luar negeri.
Dalam bidang ekonomi, kesalahan paling mendasar adalah sangat tidak memadainya rasa nasionalisme para pemimpin ekonomi kita. Perwujudan rasa nasionalisme yang rendah (lebih kagum globalisasi) sama dengan rendahnya rasa percaya diri, yang dalam krisis moneter 1997-1998 hampir hilang sama sekali. Maka mengembangkan rasa percaya diri, bahwa bangsa Indonesia akan mempunyai kemampuan mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dengan upaya sendiri, mutlak diperlukan. Hernando De Soto dengan menyakinkan menunjuk pada ”berlian” di negara-negara berkembang yang tak pernah dikenali oleh pemerintah maupun para perencana pembangunan. Inilah potensi domestik, yaitu kekuatan “ekonomi rakyat” yang telah terbukti tahan-banting dalam situasi krismon, dan telah menyelamatkan ekonomi Indonesia dari kehancuran total. Bahwa ekonomi Indonesia hanya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) satu tahun saja pada tahun 1998, dan mulai tahun 1999 dan seterusnya sudah tumbuh positif (meskipun kecil), hendaknya dicatat sebagai bukti bahwa sektor ekonomi rakyat dalam waktu pendek telah pulih kembali meskipun ekonomi sektor modern masih menghadapi kesulitan.

Kesimpulan
selalu menahan diri dan tidak tertarik menulis ”prospek masa depan”, dengan alasan yang kami ajukan diatas yaitu bahwa tugas ilmuwan lebih baik ”menjelaskan” bukan ”meramal”. Menyusun prospek dalam bidang ekonomi lebih perlu lagi untuk tidak dilakukan secara gegabah karena teori-teori ekonomi yang ada, yang berasal dari Barat, pada umumnya tidak realistis, karena banyak menggunakan asumsi-asumsi yang sulit dipenuhi. Satu contoh kekeliruan fatal dari teori ekonomi Neoklasik/Neoliberal dari Barat sudah terjadi yaitu ketika krismon 1997-1998 diramalkan “tidak mungkin terjadi di Indonesia”. Dewasa ini pakar-pakar ekonomi bersilang pendapat tentang bisa tidaknya krisis ekonomi ala Argentina menyerang Indonesia. Dalam hal seperti ini kami selalu menolak untuk membuat ramalan. Yang kiranya cukup jelas adalah bahwa para pemimpin ekonomi Indonesia baik dari kalangan pemerintah, dunia bisnis, atau dari kalangan pakar, kami himbau untuk berpikir keras menyusun aturan main atau sistem ekonomi baru yang mengacu pada sistem sosial dan budaya Indonesia sendiri. Jika Pancasila kita terima sebagai ideologi bangsa, maka kita tidak perlu merasa ragu-ragu mengacu pada Pancasila lengkap dengan lima silanya dalam menyusun sistem ekonomi yang dimaksud.

Daftar Pustaka
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_10/artikel_3.htm

INFLASI DI INDONESIA - tugas kelompok



INFLASI DI INDONESIA

Tahun 2010 telah terlewati dan member catatan tentang inflasi yang ditergetkan yaitu 6,96%. Angka tersebut telah melampaui target yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Namun inflasi tersebut dikatakan cukup terkendali sejalan dengan menguatnya nilai tukar rupiah.
Inflasi dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang berkaitan dengan beberapa faktor, yaitu: meningkatnya konsumsi masyarakat, kelebihan likuiditas di pasar yang memicu konsumsi, bahkan spekulasi, sampai ketidak lancaran pendistribusian barang-barang sampai wilayah yang dituju.
Inflasi merupakan hal yang penting untuk dpantau karena keberadaanya sangat erat hubungannya dengan daya beli masyarakat. Inflasi di dunia modern sangat memberatkan masyarakat, dikarenakan dapat mengakibatkan melemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi.
Keberadaan inflasi, kenaikan harga barang,  ketidak jelasan ongkos serta pendapatan yang di terima oleh masyarakat senantiasa menjadi permasalahan yang memberatkan pihak masyarakat menengah kebawah.
A.    PENDAHULUAN
Inflasi, suatu kata yang tidak asing lagi bagi para agen ekonomi, tidak saja bagi pemerintah dan pelaku bisnis menengah-besar, tetapi juga bagi lapisan terbawah penggerak sektor riil, termasuk sektor rumah tangga keluarga. Kata ini selalu pula menjadi obyek studi para peneliti ekonomi, dan referensi kebijakan oleh pemerintah untuk berbagai alternatif keputusan ekonomi dan politik. Tidak hanya itu, inflasi selalu pula menjadi “kata kunci” keputusan investor untuk berinvestasi di negara tujuan investasi. Inflasi yang terkendali (baca: rendah dan stabil) selalu memberikan insentif ekonomi bagi para agen ekonomi, menambah insentif politik bagi pejabat pemerintah, dan memperbaiki catatan positif kinerja perekonomian nasional.
Sebaliknya, inflasi yang tak terkendali dipastikan dapat mereduksi potensi profit para pengusaha, mengorupsi daya beli konsumen, menimbulkan inefisiensi aktivitas produksi, dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Singkatnya, gejolak inflasi bisa memunculkan piuh pada sisi produksi, konsumsi, fiskal pemerintah dan memperburuk kinerja makro-ekonomi suatu Negara.


B.     ISI
Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat secara terus menerus. Inflasi juga dapat terjadi apabila arus uang dan baranag mengalami gangguan atau ketidak lancaran pendistribusian barang sampai daerah yang dituju. Dari pengertian tersebut inflasi dapat diartikan suatu gejala dimana banayak terjadi kenaikan harga secara di sengaja maupun alami terjadi secara sendirinya, dikarenakan faktor terganggunya arus uang dan pendistribusian barang. Tidak hanya disuatu wilayah, inflasi dapat terjadi dinegara lain bhakan diseluruh dunia.
Inflasi dapat digolongkan berdasarkan parah tidaknya inflasi, yaitu:
Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
Inflasi Sedang
Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
Inflasi di suatu Negara atau dibeberapa daerah dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu:
Jumlah uang yang beredar, dan defisit anggaran belanja pemerintah.
Penyebab inflasi dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2. Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3. Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
4. Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan.
Keberadaan inflasi di suatu Negara atau di suatu wilayah dapat dikendalikan atau dapat dicegah oleh pemerintah.dengan beberapa kebijakn yang telah dirancang hingga sedemikian rupa dan dapat diterapkan dalam masyarakat, hingga beberapa dari kebijakan-kebijakan itu dapat membantu permasalahn yang dihadpi oleh masyarakat.

Beberapa cara yang dapat mencegah terjadinya inflasi yaitu:
·                      Kebijakan Moneter
·                      Kebijaksanaan Fiskal
·                      Kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output.
·                      Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing.
·                      Kebijakan Lain seperti:          Peningkatan Produksi. 
                                                            Kebijakan Upah. 
                                                            Pengawasan Harga
·                     Perbaikan Prilaku Masyarakat

Jika inflasi telah terjadi dan masyarakat telah merasakan dampak yang telah diberikan oleh inflasi tersebut ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Dengan beberapa cara yang akan disebutkan diharapakan dampak yang telah dialami oleh masyarakat kini akan mulai berangsur ringan, dan dapat terselesaikan.
Adapun cara mengatasi inflasi tersebut adalah:
1. Peningkatan tingkat suku bunga
2. Penjualan surat berharga
3. Peningkatan cadangan Kas
4. Pengetatan pemberian kredit











C.    KESIMPULAN


  Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat secara terus menerus. Inflasi juga dapat terjadi apabila arus uang dan baranag mengalami gangguan atau ketidak lancaran pendistribusian barang sampai daerah yang dituju. Dan faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya inflasi adalah Jumlah uang beredar, defisit anggaran belanja pemerintah, demand Side Inflation, Supply Side Inflation, Demand Supply Inflation, Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi. Cara-cara untuk mengatasi inflasi adalah Peningkatan tingkat suku bunga, Penjualan surat berharga, Peningkatan cadangan Kas, Pengetatan pemberian kredit.











EKONOMI RAKYAT INDONESIA

Abstrak
ekonomi rakyat, adalah apakah kita perlu mengawali dengan sebuah definisi ekonomi rakyat yang akan kita dalami dalam pertemuan-pertemuan mendatang. Memang kami (panitia) berambisi bahkan sebelum pertemuan terakhir tanggal 2 Juli 2002, semua peserta seminar, atau sebagaian besar, sudah akan benar-benar mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan ekonomi rakyat dan bagaimana kita bersikap terhadapnya. Keinginan kita yang lain tentu saja adalah untuk menghilangkan kesan amat keliru bahwa kata atau konsep ekonomi rakyat (dan ekonomi kerakyatan) adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-98).

Pendahuluan
istilah ekonomi rakyat sebelum munculnya gerakan reformasi 1997/1998. bahwa ekonomi rakyat adalah sektor kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik) yang juga sering disebut sektor informal. Tetapi karena tahun 1997 seorang konglomerat yang sangat berkuasa. Lalu apa ganti istilah yang lebih dapat diterima atau lebih terhormat? Istilah itu adalah ekonomi kerakyatan. Istilah ekonomi kerakyatan lebih sedikit lagi orang menggunakan, dan yang sedikit ini termasuk Sarbini Sumawinata (1985). Tetapi karena istilah ekonomi kerakyatan ini dikenalkan kembali tahun 1997 oleh seorang konglomerat yang “sangat berkuasa” untuk mengganti istilah ekonomi rakyat yang tidak disukainya, maka berhasillah konsep itu masuk TAP MPR yaitu TAP Ekonomi Kerakyatan No. XVI/1998. Dan istilah ekonomi kerakyatan ini kemudian semakin dimantapkan dalam banyak TAP-TAP MPR berikutnya termasuk kemudian UU No. 25/2000 tentang Propenas. Bahwa konsep Ekonomi Kerakyatan ini merupakan konsep politik yang “dipaksakan” nampak kemudian dari penggunaannya yang simpang siur. Dan puncak dari kesimpangsiuran ini berupa keraguan Presiden Megawati dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2001.

Isi
Hernando De Soto 10 tahun lalu menulis buku yang juga menyakinkan berjudul The Other Parth yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia seharusnya ”Ekonomi Rakyat.”Dalam waktu 6 bulan (September 1997 - Maret 1998), konglomerat bersangkutan, yang sangat berkuasa, bersumpah ”menghapus kata ekonomi rakyat dari GBHN 1993”, dan sejak itu muncullah kata atau istilah yang dianggap lebih terhormat yaitu ekonomi kerakyatan. Sayangnya, pemerintahan Habibie, yang tinggal menerima saja konsep ini terpaksa menelan pil pahit dianggap keliru dan ”berpolitik terlalu populis” yaitu “memusuhi konglomerat untuk membela rakyat”. Hasilnya, pakar-pakar ekonomi Neoklasik / Neoliberal menghujat konsep ekonomi kerakyatan sebagai konsep politik yang ”ideologis”, yang tak ilmiah, dan tak sesuai dengan sistem ekonomi pasar (bebas) yang mereka gandrungi, dan yang dianggap satu-satunya sistem ekonomi yang ”benar” sejak runtuhnya tembok Berlin 1989.
Maka sejak krisis moneter 1997-1998 pakar-pakar ekonomi arus utama selalu menyatakan di Indonesia tidak ada lagi investasi, karena para investor ”sedang klenger”, dan bahkan para pengusaha nasional dan investor-investor asing melarikan modal mereka ke luar negeri.
Dalam bidang ekonomi, kesalahan paling mendasar adalah sangat tidak memadainya rasa nasionalisme para pemimpin ekonomi kita. Perwujudan rasa nasionalisme yang rendah (lebih kagum globalisasi) sama dengan rendahnya rasa percaya diri, yang dalam krisis moneter 1997-1998 hampir hilang sama sekali. Maka mengembangkan rasa percaya diri, bahwa bangsa Indonesia akan mempunyai kemampuan mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dengan upaya sendiri, mutlak diperlukan. Hernando De Soto dengan menyakinkan menunjuk pada ”berlian” di negara-negara berkembang yang tak pernah dikenali oleh pemerintah maupun para perencana pembangunan. Inilah potensi domestik, yaitu kekuatan “ekonomi rakyat” yang telah terbukti tahan-banting dalam situasi krismon, dan telah menyelamatkan ekonomi Indonesia dari kehancuran total. Bahwa ekonomi Indonesia hanya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) satu tahun saja pada tahun 1998, dan mulai tahun 1999 dan seterusnya sudah tumbuh positif (meskipun kecil), hendaknya dicatat sebagai bukti bahwa sektor ekonomi rakyat dalam waktu pendek telah pulih kembali meskipun ekonomi sektor modern masih menghadapi kesulitan.

Kesimpulan
selalu menahan diri dan tidak tertarik menulis ”prospek masa depan”, dengan alasan yang kami ajukan diatas yaitu bahwa tugas ilmuwan lebih baik ”menjelaskan” bukan ”meramal”. Menyusun prospek dalam bidang ekonomi lebih perlu lagi untuk tidak dilakukan secara gegabah karena teori-teori ekonomi yang ada, yang berasal dari Barat, pada umumnya tidak realistis, karena banyak menggunakan asumsi-asumsi yang sulit dipenuhi. Satu contoh kekeliruan fatal dari teori ekonomi Neoklasik/Neoliberal dari Barat sudah terjadi yaitu ketika krismon 1997-1998 diramalkan “tidak mungkin terjadi di Indonesia”. Dewasa ini pakar-pakar ekonomi bersilang pendapat tentang bisa tidaknya krisis ekonomi ala Argentina menyerang Indonesia. Dalam hal seperti ini kami selalu menolak untuk membuat ramalan. Yang kiranya cukup jelas adalah bahwa para pemimpin ekonomi Indonesia baik dari kalangan pemerintah, dunia bisnis, atau dari kalangan pakar, kami himbau untuk berpikir keras menyusun aturan main atau sistem ekonomi baru yang mengacu pada sistem sosial dan budaya Indonesia sendiri. Jika Pancasila kita terima sebagai ideologi bangsa, maka kita tidak perlu merasa ragu-ragu mengacu pada Pancasila lengkap dengan lima silanya dalam menyusun sistem ekonomi yang dimaksud.

Daftar Pustaka
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_10/artikel_3.htm